0
July 19, 2024
0
ADR Academy

Kasus Perlindungan Saksi Eliezer Sebagai Justice Collaborator

Seketika mendengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutan hukuman terhadap Eliezer yang ditetapkan sebagai Saksi Pembuka Kasus atau Justice Collaborator (JC), hukuman penjara selama 12 (dua belas tahun) maka pengunjung sidang ramai berteriak tidak adil dan sebagainya memprotes tuntutan hukuman terhadap saksi Eliezer yang dinilai tidak adil dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap tiga saksi lain, Kuat Maruf, Ricky Richard Wibowo dan Putri Chandrawati hukuman penjara 8 (delapan) tahun.

Selain karena perbedaan tuntutan yang berbeda jauh (empat tahun) diantara keempat saksi tersebut, kegaduhan dan protes terhadap tuntutan jaksa penuntut umum juga dipicu oleh kekeliruan informasi, misinformasi mengenai apa dan siapa dan seberapa jauh seorang saksi pelapor pembuka kasus dapat dilindungi oleh Negara.

Di dalam UU Nomor 13 tahun 2006 yang telah diubah UU Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dinyatakan bahwa seorang Saksi Pembuka Kasus, dibatasi hanya dibolehkan terhadap saksi bukan pelaku utama dalam peristiwa pidana; dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban di Amerika Serikat; adalah saksi yang tidak memiliki peranan utama dalam peristiwa kejahatan.

Begitupula UU yang sama menyatakan jelas bahwa saksi pelapor bukan terdakwa pelaku utama dalam kejahatan. Sesungguhnya kekeliruan penetapan Eliezer sebagai JC telah dimulai oleh LPSK yang tidak jeli dan tidak tegas menyikapi permohonan perlindungan saksi oleh Elizer melalui PH yang bersangkutan karena permohonan tersebut tidak memenuhi dua hal yang menjadi syarat pemberian perlindungan yaitu pertama tindak pidana pembunuhan berencana tidak termasuk tindak pidana yang wajib diberikan perlindungan, kecuali untuk kasus terorisme, narkoba, dan korupsi dan tindak pidana terorganisasi lain seperti perdagangan manusia khusus perempuan dan anak.

Alasan kedua penolakan Elizer sebagai JC adalah dalam Peraturan MARI Nomor 04 tahun 2011 yang merupakan Pedoman untuk menentukan seseorang sebagai Pelaku yang Bekerja Sama (Justice Collaborator), adalah yang bersangkutan mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi dalam proses peradilan.

Jika Eliezer memenuhi persyaratan sebagai Pelaku yang Bekerja Sama (Justice collaborator) maka yang bersangkutan memperoleh hak dan fasilitas yang bertujuan memberikan perlindungan keamanan baik secara fisik maupun secara psikis.

Selain hal tersebut seorang JC memperoleh keringanan hukuman dan kepada Hakim telah diwajibkan untuk dapat menjatuhkan pidana bersyarat khusus, dan/atau menjatuhkan pidana penjara berupa pidana penjara yang paling ringan diantara terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara pembunuhan Josua tersebut.

Baca Juga:  Kasus Perlindungan Saksi Eliezer Sebagai Justice Collaborator

Berdasarkan uraian ini diharapkan semakin jelas kekeliruan yang telah terjadi dalam “pemberian JC” kepada Bharada Eilezer oleh LPSK. Seyogyanya perihal status Elizer yang memperoleh status JC sejak awal sidang setelah PH Eliezer menyatakan bahwa telah disampaikan surat LPSK kepada Hakim Ketua, dan Hakim Ketua menanyakan kepada pihak Jaksa Penuntut ada hal yang perlu disampaikan dan dipertanyakan Jaksa Penuntut merujuk pada UU PSK dan Peraturan MARI maka tentu tuntutan Jaksa atas Terdakwa Elizer pada sidang pengadilan tidak akan menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu.

Hukum pidana bertujuan menemukan kepastian hukum dengan mengungkap kebenaran materiel di persidangan yang terbuka dan dibuka untuk umum dan di dalam menemukan kebenaran materiel hukum pidana dalam praktik tidak lagi menggunakan perasaan terdakwa atau keluarga terdakwa atau pengunjung sidang melainkan dengan metoda deduktif-abstraksi logis(deductive-abtractio logis) menggunakan logika yuridis semata-mata atau ratio para pihak dalam dan selama persidangan.

Tampak kejam karena karakter hukum pidana sudah ditasbihkan sejak awal kelahirannya seperti  dikemukakan tokohnya seperti Pompe, Van Bemmelen, dan terakhir Jan Remmelink, bahwa hukum pidana mengiris dagingnya sendiri; di satu sisi bertujuan melindungi masyarakat tetapi di sisi lain, memberikan hukuman yang kejam terhadap pelaku kejahatan.

Sehubungan dengan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tuntutan pihak Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa Eliezer dalam perkara pembunuhan perkara FS dkk adalah sudah benar; hanya tidak dikemukakan sejak awal persidangan dan majelis Hakim tidak memberikan konfirmasi mengenai status JC yang telah disematkan LPSK kepada Eliezer.

SIdang perkara FS dkk mengenai pembunuhan berencana belum selesai masih menunggu vonis majelis hakim sehingga ada tenggat waktu PH menyampaikan pembelaaannya (replik) dan JPU menyampaikan Duplik sebelum majelis memutuskan penjatuhan hukuman terhadap ke lima terdakwa.

Harapan masyarakat luas hasil akhir dari persidangan perkara FS dkk memberikan keadilan yang bukan karena rasa (perasaan) akan tetapi juga lebih utama keadilan berdasarkan ratio yang logis sejalan dengan keyakinan Majelis Hakim atas putusannya termasuk dipertimbangkan hal-hal yang meringakan (jika ada) dan hal-hal yang menghapuskan penuntutan (jika ada).

Leave a Comment