0
Desember 11, 2024
0
ADR Academy

Etika Berpolitik dan Penegakan Hukum

Berkaca pada peristiwa skandal sidang MKRI dalam perkara permohonan pengajuan perubahan batas usia calon presiden/wakil presiden yang berakhir dramatis menyentuh perasaan hati Nurani rakyat yang telah berkorban dalam Gerakan moral dan fisik Tahun 1998, terpaksa kita Kembali kepada masa-masa pemerintahan orde baru dan mengkaji Kembali peristiwa politik, sosial dan hukum yang telah melanda 270 juta rakyat Indonesia. Menjelang Pemilu 2024 telah diramaikan oleh berbagai reaksi Masyarakat khususnya kalangan akademisi dan alumni kampus UI, UGM dan Unpad serta beberapa kampus universitas swasta menyampaikan pesan-pesan moral dan etika bernegara kepada pimpinan nasional untuk segera Kembali kepada hittah sebagaimana telah dicita-citakan pendiri bangsa dan pembentuk UUD45 dengan filosofi Pancasila sebagai leitmotive bangsa dan negara Indonesia.

Gerakan moral tersebut bukan sesuatu mengada-nngada tanpa adanya kenyataan sosial politik yang kini menyentuh hati nurani setiap anak bangsa karena peristiwa hukum berlatar belakang politik dan peristiwa politik berbalut hukum yang mencerminkan kezaliman sang penguasa terhadap korban-korban yang tidak berdosa. Kini tidak lagi tampak perbedaan nyata antara laporan tindak pidana dan pengaduan yang sifatnya opsional dan dapat dicabut sewaktu-waktu oleh pihak berwajib, dan kini tidak tampak lagi perbedaan bukti permulaan cukup dalam perkara pidana dan dugaan terjadinya suatu tindak pidana; bahkan terakhir kita saksikan betapa tidak lagi ada perbedaan secara hukum yang mendasar antara kritik terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan penghinaan atau pencemaran nama baik sehingga dengan kaburnya batas antara perbedaan-perbedaan tersebut maka sang penguasa dengan bebasnya dapat menuduh seseorang melakukan tindak pidana dan di sisi lain aparat hukum tampak dalam kebingungan/kebimbangan bukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku akan tetapi memilih antara menurut perintah sang penguasa atau diberhentikan karena tidak menurutinya.

Kebimbangan tersebut sengaja dibentuk sang penguasa untuk tujuan tertentu dan terakhir yang dicapai satu-satunya yaitu melanggengkan kekuasaannya dengan segala dampak positif dan negatifnya. Indonesia kini secara lahiriah bukan lagi negara hukum melainkan negara kekuasaan, bukan lagi berPancasila melainkan berPencak-silat, bukan lagi tata Tentrem loh jinawi melainkan gak ono Tentrem yen sengsoro lahir batin. Apakah yang bangsa ini harapkan dari hasil pemilu 2024 di mana pencoblosan sisa 14 hari lagi? Segala upaya dan dana serta dana telah dikerahkan dan dikucurkan melalui berbagai Ketetapan MPR, Lembaga tinggi perwakila rakyat, DPR dan Kebijakan Pemerintah selama 7(tujuh) kali masa pergantian pemerintahan bahkan sampai Menyusun (Kode) Etika Berpolitik, berpemerintahan, Hukum, Ekonomi dan Bisnis serta Etika bermasyarkat yang Pancasilais telah dilaksanakan dan sebagian diwujudkan.

Di dalam TAP MPR Nomor VI Tahun 2001 dirumuskan bahwa Etika Kehidupan Berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa. Rumusan mengenai etika kehidupan berbangsaa tersebut disusun dengan tujuan menjadi acuan dasar untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa.

Etika Kehidupan Berbangsa dirumuskan dengan tujuan menjadi acuan dasar untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa. Begitupula MPR telah menetapkan etika kehidupan sosial budaya, etika politik dan pemerintahan, dan Etika Ekonomi dan Bisnis, Etika Penegakan Hukum, dan Etika Keilmuan. Dalam konteks masalah hukum dalam UU Pemilu Tahun 2017 ada dua jenis etika yang memerlukan klarifikasi yaitu Etika Politik dan Pemerintahan, dan Etika Penegakan Hukum. Etika Politik dan Pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa.

Baca Juga:  Kasus Suap Hakim: Menguak Potret Buram Mafia Peradilan di Indonesia dan Upaya Reformasi Hukum

Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara. Masalah potensial yang dapat menimbulkan permusuhan dan pertentangan diselesaikan secara musyawarah dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan sesuai dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya, dengan tetap menjunjung tinggi perbedaan sebagai sesuatu yang manusiawi dan alamiah.

Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan Politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.

Kandungan tentang Etika Politik Pemerintahan telah menggariskan langkah dan tindakan baik secara moral maupun secara hukum yang dibenarkan dalam tata krama berdemokrasi untuk mencegah terjadinya krisis integritas, akuntabilitas dan kredibilitas pemerintah dalam menghadapi pelaksanaan pesta demokrasi jelas dan masa kampanye pemilu 2024.

Sedangkan Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak kepada keadilan. Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi dan kepastian hukum sejalan dengan upaya pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat.

Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warga negara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya. Dua jenis Etika berbangsa sebagaimana dimaksud di atas menunjukkan idealisme cita kebangsaan yang diharapkan dapat diwujudkan baik dalam sikap maupun tindakan pejabat pemerintahan termasuk presiden dan wakil presiden baik menjelang, selama dan pada waktu dilaksanakan pemilu.

Untuk mewujudkan keteraturan, ketertiban, kepastian hukum yang berkeadilan serta kemanfaatan terbesar bagi 270 juta rakyat Indonesia maka telah disusun tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan yang harus mencerminkan asas: a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. (Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 12 tahun 2011). Kesepuluh asas pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut telah disusun secara alternatif untuk memudahkan pelaksanaan penyusunannya sehingga dapat dipahami Masyarakat luas. Pada intinya sejak TAP MPR sampai dengan pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai peraturan pelaksanaannya sepatutnya pelaksanaan persiapan, menjelang dan pada saatnya pemcoblosan calon pasangan presiden dan wakil presiden berjalan aman, tertib dan damai.

Leave a Comment